BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan dengan  karakter dan sifat yang berbeda-beda. Tidak satupun kita temukan makhluk hidup yang 100 persen sama di dunia ini, hal tersebut  dikarenakan oleh adanya  keanekaragaman hayati yang tersebar di penjuru muka bumi.
Makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya adalah  manusia. Selain memiliki akal dan fikiran, manusia juga memiliki rasa  kebersamaan dan saling membutuhkan  yang tinggi sehingga sering pula dikatakan sebagai makhluk sosial.
  Manusia sebagai  makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain selalu menjalin hubungan guna membentuk suatu proses interaksi sosial. Adanya interaksi sosial akan menimbulkan hubungan saling mempengaruhi satu sama lain.
 Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara individu maupun kelompok. Hubungan timbal balik tersebut akan mengarah pada kerjasama yang saling menguntungkan, hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari sifat masing-masing manusia yang selalu ingin mendapatkan keuntungan dari hal apa yang dijalani. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama manusia di dalam menjalani kehidupannya.
Namun dewasa ini sifat keegoisan manusia sangat mudah tampak, mereka lebih cenderung menunjukkan sisi negatifnya. Hal tersebut diakibatkan karena perkembangan zaman seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin modern. Manusia lebih menggantungkan diri terhadap teknologi dan mengabaikan orang-orang disekitarnya serta cenderung berbuat seperlunya saja, yang pada akhirnya akan membuat rasa solidaritas antar sesama kian lama semakin renggang. Apakah hal tersebut termasuk ke dalam sifat manusia sebagai makhluk sosial?
Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk yang mempunyai nafsu dan akal pikiran sedangkan hewan adalah makhluk yang hanya mempunyai nafsu. Walaupun hewan hanya dianugerahi nafsu namun tidak jarang hewan lebih memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi sebagai makhluk yang tidak memiliki akal, seperti semut.
Semut merupakan makhluk (serangga) kecil yang berjalan merayap, hidup secara bergerombol, termasuk suku Formicidae.
Jika diperhatikan sekilas semut tidak pernah berjalan sendiri melainkan selalu berdampingan dengan temannya, mereka selalu bersama-sama  dalam melakukan segala hal, seperti  dalam mencari makanan. Hal tersebut sangat berbeda dengan sifat manusia yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri.
Terutama semut rangrang, ia memiliki kelebihan dan cirri khas yang unik dibanding dengan semut lainnya, seperti kedisiplinannya yang tinggi selain itu ia juga memiliki gigitan yang pedas. Mereka selalu bekerja sama dan bergotong-royong dalam membuat sarang di pohon dengan merajut dedaunan menggunakan anak  (larva) mereka. Jika ada yang mengganggu,  mereka akan  menyerang untuk melindungi kawan nya.
 Dari sinilah peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengapa perilaku semut rangrang sangat bertolak belakang dengan perilaku manusia yang dikenal dengan makhluk sosial.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut.
1.      Bagaimana daur hidup semut rangrang?
2.      Bagaimana pola perilaku semut rangrang dalam kehidupan sehari-hari?
3.      Apa pelajaran hidup yang dapat diambil dari perilaku semut rangrang?

C.   Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui daur hidup semut rangrang.
2.      Untuk mengetahui pola perilaku semut rangrang dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Untuk mengetahui pelajaran hidup yang dapat diambil dari perilaku semut rangrang.
D.   Manfaat Penelitian
     Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.
1.    Bagi Penulis
          Menambah keterampilan penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
2.      Bagi Masyrakat
a.       Untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang perilau semut secara umum dan semut rangrang secara khususnya.
b.      Sebagai panutan bagi masyarakat dalam  mencontoh sifat  sosial semut rangrang yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

















BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.   Semut
Semut merupakan makhluk (serangga) kecil yang berjalan merayap, hidup secara bergerombol, termasuk suku Formicidae. Secara lebih jelas, Irawan (2011:11) mengatakan bahwa semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formicidae. Bersama lebah dan tawon, semut termasuk ke dalam ordo Himenoptera. Semut terbagi menjadi lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang besar dikawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut perkoloni
Dalam buku yang sama, Irawan (2011:11) menjelaskan bahwa semut telah menguasai hampir seluruh bagian tanah di bumi, kecuali di Islandia, Greenland, dan Hawaii. Di saat jumlah mereka bertambah, mereka dapt membentuk sekitar 15-20 persen jumlah biomassa hewan-hewan besar.
1.         Habitat
Secara ekologi, sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2400 m. Sarang semut paling banyak ditemukan di padang rumput dan jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah, namun lebih banyak ditemukan di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m.
Ia banyak ditemukan menempel pada beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih, cemara gunung, kaha, dan pohon beech, tetapi jarang pada pohon-pohon dengan batang halus dan rapuh seperti Eucalyptus. Sarang semut juga tumbuh pada dataran tanpa pohon dengan nutrisi rendah dan di atas ketinggian pohon (haris1aja.wordpress.com).
2.      Kehidupan sosial
Semut hidup berkoloni dan diantara mereka terdapat pembagaian kerja yang sempurna. System semut memiliki sttruktur sosial yang cukup menarik. Mereka pun mampu berkorban pada tingkat yang lebih tinggi dari manusia.
Caryle P. Haskins, Ph. D., Kepala Institut Carnegie di Washington dalam sebuah buku, (Yahya, 2004:5) menyatakan bahwa 60 tahun mengamati dan mengkaji, ia masih takjub melihat betapa canggihnya perilaku sosial semut. Semut merupakan model yang indah untuk kita gunakan dalam mempelajari akar perilaku hewan.
Semut memiliki sebuah sistem kasta yang terdiri atas 3 bagian besar dalam koloni. yaitu:
Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan koloni berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu mngemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah indiidu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar dari tubuh semut lain. Sedangkan, tugas semut jantan hnyalah membuahi sang ratu. Hampir semua semut jantantan ini, mati setelah kawin.
Anggota kasta kedua adalah prajurit. Mereka mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu.
Kasta ketiga terdiri atas  semut pekerja. Semut pekerja ini adalah semut betina yang steril. Mereka merawat semut induk dan bayi-bayinya, membersihkan dan memberi  makan. Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka, mencari makanan dan  terus-menerus membersihkan sarang.
3.      Klasifikasi Semut
Meski tampak serupa, semut terbagi dalam banyak spesies berdasarkan gaya hidup dan cirri-ciri fisiknya. Setiap spesies juga memiliki sifat yang patut dikagumi. sekarang mari kita bahas beberapa tersebut, gaya hidup dan cirri-cirinya
a.       Semut Pemotong Daun
Ciri-ciri khusus semut pemotong daun, yang juga disebut “Atta”, adalah kebiasaan mereka membawa potongan daun yang mereka potong di atas kepalanya.
Alasan mereka membawa potongan daun tentu saja bukan untuk perlindungan matahari. Semut ini juga tidak memakan potongan daun. Semut Atta menggunakan daun untuk memproduksi jamur. Daun itu sendiri tidak dapat mereka makan karena dalam tubuh mereka tidak ada enzim yang dapat mencerna selulosa dalam daun. seperti yang dijelaskan oleh Yahya, (2004:29) bahwa semut pekerja menumpuk potongan daun setelah ia kunyah, dan ia simpan di ruang-ruang dalam sarang di bawah tanah. Di ruangan ini mereka menanam  jamur di atas daun. Dengan ini, mereka memperoleh protein yang mereka butuhkan dari pucuk jamur.
b.      Semut Madu
Semut  spesies ini, disebut semut madu, mengumpulkan madu dari kutu, biji (cocidae), dan bunga. Metode semut mengunpulkan dari kutu sangat menarik. Dijelaskan oleh Yahya (2004:43-46) bahwa si semut mendekati kutu dan mulai mendorong perutnya. Kutu memberikan setetes buangan kepada semut. Semut mulai mendorong perut kutu untuk mendapatkan madu lebih banyak, lalu menyedot cairan  yang keluar.
 Sebagian semut lain akan digunakan sebagai guci untuk menampung nectar yang dikumpulkan.
c.       Semut Legiun
Komunitas semut Legiun dinamai pasukan karena tindakan mereka memiliki disiplin militer sejati. Yahya (2004:48-51 menjelaskan bahwa semut Legiun adalah hewan karnivora, mereka melahap segala sesuatu yang terlihat. Setiap semut panjangnya 6-12 mm, tetapi jumlah mereka yang besar dan disiplin  mengimbangi kekurangan mereka dari segi ukuran.
Karena tidak memiliki sarang tetap, semut Legiun selalu berpindah-pindah.
d.      Semut Beludru
Semut Beludru yang hidup di gurun pasir memiliki tubuh berbulu banyak. Bulu alami mereka merupakan lapisan yang mengisolasi panas. Dikatakan oleh Yahya (2004:51) sebagai berikut:
Semut Beludru menyimpan panas selama malam-malam dingin di gurun pasir, dan melindungi diri dari panas di siang hari. Karena bersayap, semut beludru jantan bisa menghindari panasnya pasir dengan terbang. Akan tetapi, semut beludru betina harus berjalan di pasir yang panas karena tak punya sayap, mereka memerlukan bulu ini agar terlindung dari panas yang berasal dari tanah maupun dari matahari.

e.       Semut Api
Semut api adalah serangga merah berukuran kecil, namun mereka mampu melakukan hal-hal besar. Seperti yang dikatakan oleh Yahya (2004:53) bahwa ratu semut api memiliki 20 varietas di Amerika saja, dapat memproduksi hingga 5.000 telur sehari. Sementara banyak koloni spesies semut lain yang hanya memiliki beberapa ratus pekerja, koloni spesies ini memiliki sekitar setengah juta pekerja. Satu ratu semut api yang sudah kawin dapat memproduksi sebuah koloni dengan 240.000 pekerja.

B.   Semut Rangrang
Oecophylla smaragdina dikenal dengan nama semut rangrang, berwarna merah bata dengan ukuran tubuh bervariasi, yaitu semut pekerja terdiri atas dua ukuran (panjangnya 5 mm dan 10 mm), semut ratu berukuran besar (panjang 16mm) berwarna kehijau-hijauan, sedangkan semut jantan berukuran sedang (panjang 8 mm) berwarna hitam (Suputa, 2007:27).
Sama seperti semut lainnya, semut rangrang juga mempunya kasta sosial dengan tugas masing-masing yaitu: Ratu bertugas untuk menelurkan bayi-bayi semut. Pejantan, bertugas mengawini ratu semut. Pekerja bertugas mengasuh semut-semut muda yang dihasilkan semut ratu. Prajurit bertugas menjaga sarang dari gangguan pengacau, mencari dan mengumpulkan makanan untuk semua koloninya serta membangun sarang.
Semut ini memiliki cara hidup yang khas, yaitu merajut daun-daun pada pohon untuk membuat sarang. Mula-mula daun  saling direkatkan oleh semut-semut pekerja, kemudian diperkuat dengan sutra yang dikeluarkan oleh larvanya.
Dijelaskan secara rinci oleh Yahya, (2004:39-40) bahwa fase-fase pembangunan sarang oleh semut rangrang adalah: Fase pertama, si semut memilih daun yang tepat pada pohon yang mereka ingin jadikan tempat pembangunan sarang, dan menyatukan dengan menarik dari dua sisi. Kemudian, mereka membawa larva produsen sutra dan menjahit daunnya menjadi satu dengan menggunakan larva tersebut sebagai mesin jahit.
Semut ini juga menyukai udara segar sehingga tidak mungkin ditemukan di dalam rumah. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa mereka tidak membuat sarang di dalam tanah melainkan pada pohon. Selain perilakunya yang khas dalam  membuat sarang, tubuh semut rangrang lebih besar dan perilakunya lebih agresif dibandingkan semut lainnya.
Semut rangrang memiliki kelebihan dibanding semut yang lain. Semut ini mampu berlarian di dahan kayu sepanjang hari tanpa lelah, mampu menyerang organism lain yang mengganggu meskipun ukuran tubuhnya 100 kali dari ukuran tubuhnya sendiri.
C.   Makhluk Sosial
Manusia sejak dilahirkan sudah mempunyai naluri (hasrat) untuk hidup bersama. hal ini sudah merupakan kodrat alam, manusia dimanapun dan kapanpun selalu hidup bersama.
Manusia selain sebagai makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga terciptalah sebuah kehidupan yang damai.
Menurut Aristoteles (384-322 SM), makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain (tiuz-tiuz.blogspot.com).
Menurut Ibnu Khaldun (1332-1406) dalam buku Kewarganegaraan (Suprapto dkk, 2004:2), mengatakan bahwa hidup bermasyarakat merupakan keharusan bagi jenis manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain dalam mencapai tujuan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manusia tidak akan sanggup hidup sendiri karena antara satu manusia dengan manusia yang lain saling bergantungan atau saling membutuhkan.
1.      Ciri-ciri Makhluk Sosial
Makhluk sosial memiliki ciri-ciri, yakni sebagai berikut:
a.    Berusaha mengendalikan diri, yaitu bertindak sesuai norma yang berlaku di masyarakat
b.    Senang bekerjasama dan saling tolong menolong dengan sesama anggota masyarakat

BAB III
METODE PENELITIAN

A.   Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian mengenai Semut Rangrang, si Pedas yang Cerdas sebagai Makhluk Sosial adalah di perkebunan Bagek Longgek, Rakam. Akan dimulai dari bulan Desember 2012 sampai bulan Februari  2013.

B.   Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah riset atau penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui secara mendalam objek dan subjek  penelitian berupa semut rangrang dan pola prilaku semut rangrang dalam kehidupan sehari-hari.

C.     Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semut disekitar perkebunan Bagek Longgek, Rakam.
2.      Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah semut rangrang  yang berada di sekitar perkebunan Bagek Longgek, Rakam

D.   Metode Pengumpulan Data
1.   Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan terhadap lingkungan perkebunan  yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui  aktivitas semut rangrang.
2.      Wawancara
Wawancara dilakukan dengan guru mata pelajaran biologi  yaitu Hj. Apon Purnamasari, S.Pd,M.Pd.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan berupa gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi diperlukan untuk:
a.       Mengambil data aktivitas semut rangrang
b.      Mengutip data tentang seluruh hal yang berkaitan dengan data penelitian.

E.   Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif. Teknik ini melalui tiga alur kegiatan yang merupakan satu kesatuan, yaitu:
1)      Rreduksi data
2)      Penyajian data, dan 
3)      Penarikan simpulan atau verifikasi.
Tahapan reduksi data adalah proses penyederhanaan keseluruhan data yang terkumpul melalui kegiatan di lapangan.
Pada reduksi data, peneliti melakukan proses pemilahan dan penyederhanaan data mentah atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan melalui observasi dan wawancara.
Penyajian data dilakukan dengan cara penyusunan informasi yang komplek ke dalam suatu bentuk atau pola yang sistematis, sehingga dapat menjadi lebih sederhana, dan mudah dipahami kandungan maknanya.
Verifikasi data adalah suatu proses pemeriksaan data sehingga data menjadi lebih baik, benar dan berkualitas.
Pada tahapan  penarikan simpulan atau verifikasi, peneliti melakukan analisis data secara berkesinambungan selama dan sesudah pengumpulan data. Pengambilan simpulan ini dilakukan peneliti sejak awal yaitu setiap mengumpulkan data, walaupun masih bersifat sementara. Peneliti terus-menerus memverifikasi simpulan-simpulan tersebut sampai pada akhirnya mendapatkan  simpulan yang utuh (Miles,1992)


1 Komentar