Noratos on DeviantArt
 


Oleh: Rabiatul Adawiyah

Sejak pagi langit menghitam. Cuacanya tak jelas, kadang matahari bersinar terang, kadang juga meredup. Bergantian secara tiba-tiba. Mungkin memang karena kebetulan atau langit juga sedang bersedih untukku. Kelam sedang menggelayuti diriku, perasaan yang selalu ingin aku tepis tiap sepi menghampiri. Pasalnya, luka tak bisa aku biarkan terus mengusikku. Hidup berjalan, matahari tetap akan bersinar esok, apapun keadaanku.  

Aku harus berangkat kerja seperti biasa, bertemu orang-orang sambil memasang senyum termanis, menyembunyikan sedih, menekan tangis. Kadang aku harus berpura-pura ikut tertawa saat kumpul bersama teman. Tawaku yang paling menggelegar, seolah mengungkapkan pada dunia bahwa aku amat bahagia. Tak ada masalah dalam hidupku, setidaknya itu yang dipikirkan semua orang di sekelilingku.

Malamnya, aku mengunci diri di kamar, ditemani kegelapan, mulai menangis terisak. Aku tahu ini hidup, diri sendiri yang menjalaninya. Aku tak bisa menggantungkan hidupku pada orang lain, menceritakan masalahku sambil menangis. Mungkin saja, derita mereka jauh lebih menyakitkan dariku. 

Aku hanya sedang di titik terbawah dalam hidup. Harapanku ada pada hari esok, saat membuka mata, matahari pagi akan menghangatkan hatiku. Hari cerah, udara yang segar, pikiran yang jernih, dan hal-hal menyakitkan itu terhapus begitu saja. Imajinasiku.

Hari memang berganti, cuaca tak menggalau lagi, musim penghujan berganti musim panas, terasa sangat cepat. Namun, aku masih sama, berjalan di tempat pada luka yang terus menganga. Mengapa waktu bergerak cepat dan aku terasa melambat. 

Beberapa rencana tak berjalan sesuai harap. Skenario terburuk terus terjadi. Kerap aku merasa tak adil dengan hidup. Tapi aku bisa apa, mengeluh pun tak akan mengubah apapun. Pada akhirnya, aku melakukan apa yang ada di hadapanku, tanpa tahu hari ini apa aku bahagia atau sedih?

Hidupku berjalan tanpa tahu dengan perasaan seperti apa aku melewatinya. Pertanyaan konyol sering terlintas di benakku, untuk apa aku ada? Apa hadirku berarti untuk sesorang? Bukankah ada tidaknya aku, dunia sama saja ya? Berputar, siang berganti malam dan waktu terus berdetak pada perputarannya. 

Aku bisa gila jika terus mengikuti aliran perasaanku, mendramatisasi hidup, dan mempertanyakan keadaan. Perasaan semacam itu tak ada ujungnya, akan terus mengakar dan mempengaruhi bagian yang lain, hingga tak bersisa rasional yang ada dalam diri manusia, rasa syukur. 

Mungkin kita merasa tak pernah ada yang berubah pada diri setiap hari berganti. Ada tujuh hari dalam seminggu, mungkin enam hari di antaranya kita merasa masalah menghantam bertubi-tubi tanpa henti. Kita merasa dunia tak adil karena selalu di posisi terpuruk, kesepian, tak berkemampuan, lingkungan yang menekan dan keluarga yang justru merendahkan. Namun, bukankah satu hari yang bisa membuat tersenyum tanpa alasan itu juga harus dirayakan? Sesingkat apapun senyum itu, bukankah itu harus disyukuri? Napas yang masih berhembus, sehat yang selalu menemani, bukankah itu lebih dari cukup?

Kadang kita paksa diri menuntut tentang bahagia tanpa tahu definisi bahagia itu sendiri. Kita samakan parameter itu dengan setiap jenis manusia di bumi. Saat ekpektasi itu tak terpenuhi, sedih menghantam tanpa tahu sebab yang pasti. Kita gundah, hati tak tenang, dan mulai merasa paling menderita di dunia. 

Kita yang merumitkan bahagia, inginnya sama dengan yang lain. Aku mulai menyadari, bahagia dalam hidup diciptakan diriku. Pikiranku sendiri yang terus menuntun pada perasaan bahwa masalahku besar, hariku buruk, tak bermakna dan tak beharga. Aku hanya perlu mengubah pandangan itu, tak mudah memang dan tak menyelesaikan apapun namun, setidaknya meringankan. Segala hal yang dimulai dengan syukur akan menenangkan.

Sesendu apapun saat hujan, aku merasa saat rintiknya jatuh pertama kali ke bumi seperti sebuah irama. Semakin deras airnya berjatuhan, semakin indah musik itu dimainkan. Aku selalu menemukan diri menengadah ke langit, tersenyum dan menggagumi betapa indah cara Tuhan merangkulku di bumi. Bahwa aku tak pernah sendiri. 

2 Komentar

  1. sekarang musim panas,, hujan ka dang ka dang jeeew., ;p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dibuatnya waktu itu lagi musim penghujan :D

      Hapus