Source: data.whicdn.


Rabiatul Adawiyah


2 tahun setelah kita memutuskan tak dicerita yang sama. Sejak saat itu, kita menjadi asing. Kau menghilang dari duniaku. Entah bagaimana cara kerja perasaan. Awalnya, aku selalu merasa tak adil. Selalu diriku yang ku temukan masih tertinggal di cerita lama. Sedangkan kamu, sudah memulai cerita lainnya. 


Aku bukan ingin membahas masa lalu. Aku hanya sedang tersenyum mengenang diriku, bagaimana aku bisa menjadi sosok yang rapuh hanya karena kita sudah tak bersama. Lucunya, aku bahkan bisa tertawa dan menangis di waktu yang bersamaan. Sering terbersit dalam pikiranku, apa aku sudah gila? Aku terus mempertanyakan banyak alasan tentang salah yang ku perbuat, hingga kamu yang terlihat begitu tulus, melepas tanganku dengan mudahnya. 


Aku juga menyalahkan diri karena menjadi bodoh setelah bertemu denganmu. Perempuan yang penuh rasional ini mengambil keputusan yang bahkan dia sendiri sudah tahu seperti apa akhirnya. Iya jujur, akhir antara aku dan kamu sudah lama aku imajinasikan. Dan, semuanya memang menjadi nyata. 


Tahun 2019 adalah tahun paling melehkan dari proses melupakan. Aku membenci dan tak dapat memaafkan diri. Aku tak dapat lepas dari sosokmu. Berulang kali aku menjatuhkan harga diri di hadapanmu. Memutahkan perasaan sepihak yang kamu abaikan begitu saja. Aku tak paham bagaimana mengakhiri dan keluar dari patah ini. Saat itu, aku memutuskan untuk membiarkan diriku terus bertingkah bodoh sampai aku lelah sendiri. Pada akhirnya, apapun yang aku lakukan tak mengubah keadaan.


Awal 2020, aku bertekad dengan kuat untuk melupakanmu. Aku memulainya dengan penerimaan diri. Menerima bahwa aku pernah berbuat salah. Aku pernah mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Aku pernah salah dalam mencintai seseorang. Sebagai manusia, hal semacam itu wajar. Aku tanamkan dalam pikiranku bahwa pertemuan denganmu adalah satu fase yang membuatku lebih kuat. Dan, saat inilah aku harus merelakan bahwa kamu dan aku bukan ditakdirkan.


Hal-hal yang direncanakan memang tak semuanya berjalan sesuai keinginan. Dunia nyatanya juga sedang tak baik-baik saja. Keadaan yang mengharuskan untuk melakukan semua aktivitas di rumah menggagalkan rencanaku dalam melupakan. Kegiatan yang monoton dan terus berulang membawa pikiranku seringnya tentangmu. Aku terus bertanya-tanya bagaimana keadaanmu di situasi seperti ini. Aku sudah menahan keinginan yang memuncak untuk menghubungimu. Sekadar bertanya apa kabarmu? Dan, akhinya aku berhasil, memuntahkan semuanya melalui tulisan-tulisan yang tak akan pernah kau baca. Setidaknya perasaanku membaik. 


September 2020, bulan yang menyatukan sekaligus memisahkan. Anehnya, di bulan itu juga aku dengan ajaibnya sembuh. Aku bukan pura-pura lupa atau bertingkah kuat, hanya saja aku mulai menyadari bahwa tak ada lagi perasaan sesak saat mengingatmu. Tak ada lagi rasa penasaran yang begitu dalam tentangmu. Tak ada lagi desiran hangat saat menyebut namamu. Hilang, seketika kamu menjadi manusia biasa dalam ingatanku.


Ada satu titik yang membalikkan segalanya, namun aku sendiri tak terlalu paham. Aku hanya merasa bahwa aku berhak untuk melangkah mencari bahagia baru. Aku berhak untuk sesuatu yang lebih tepat dan lebih baik. Aku terlalu berharga untuk membiarkan diriku berlarut di cerita yang lama. Memori dan perasaan terhadapmu dibuat oleh diriku yang dulu bukan yang sekarang. Aku tak memiliki tanggung jawab apapun untuk hal-hal yang terjadi antara aku dan kamu di masa lalu. 


Nyatanya melupakan itu bukan tentang seberapa keras usaha yang dilakukan. Tapi bagaimana kita memahami bahwa hal-hal yang terjadi adalah satu proses yang menjadikan kita manusia. Pelajaran untuk terus tumbuh dan dewasa. Fase yang membuat kita lebih kuat untuk banyak hal yang lebih berat ke depannya.


0 Komentar