Aku merapatkan jaket yang aku kenakan, langkah kakiku cepat seolah menyamakan dengan dentingan musik yang terputar melalui headset yang aku kenanakan. Lirik dari lagu yang ada di playlist ku memenuhi seluruh kepala, membawaku memasuki dunia kosong dan hampa. Aku biarkan pikiranku berputar pada makna lagu, mengulang dan meresapi setiap perasaan yang tersalurkan hingga kesunyian memeluk seluruh tubuh. Mataku terus menatap langkah kakiku, mengikuti arah tujuan pulang, sebuah rumah yang hanya ada aku di sana. Kehidupan yang aku jalani saat ini adalah sebuah pilihan yang aku buat, meninggalkan rumah yang dipenuhi hangat dan nyaman. Keputusan ini telah aku pikirkan sejak lama, tujuan hidup yang masih aku cari maknanya. Bahagia yang kerap aku gaungkan menjadi bahan bakar yang menggerakkan setiap sadar dalam diri. Aku memahaminya dengan baik, setiap definisi bahagia tiap manusia berbeda. Berada dalam fase kosong seolah sendiri bukan berarti tak bahagia. Itu adalah salah satu bentuk rasa dan cara mengeksperesikannya. 

Lampu-lampu jalanan memberi terang pada gelapnya malam. Angin menerpa wajahku memberi dingin dan menyadarkan kembali pada dunia. Aku berhenti sejenak, melihat sekeliling yang sepi dan hanya ada beberapa kendaraan yang melewati jalanan. Tak ada rembulan malam ini, musim dingin tak memberinya waktu untuk datang menyapa. Apalagi kerlap kelip bintang, tenggelam di balik awan hitam. Setiap hal di dunia ini memiliki fungsi yang istimewa, tak dapat digantikan oleh yang lainnya. Seberkas cahaya dari lampu memberi penerangan untuk pejalan kaki yang lewat, pohon-pohon yang meski daun-daunnya berjatuhan namun masih ada ranting bertengger indah, sebuah penguatan keyakinan bahwa mereka masih dapat tumbuh di musim yang selalu berubah-ubah. Manusia pun sama, bahkan jauh lebih istimewa, ada banyak lapisan dan tak semuanya harus dipahami. Ada beberapa hal yang harusnya dibiarkan begitu saja, tak perlu dicari maknanya sampai membuat diri mempertanyakan akan hadir sendiri. Menyikapinya dengan sederhana memang bukan hal mudah, namun saat prinsip-prinsip ada pada tempatnya, jalur yang sesuai dengan aturan Tuhan, rasa syukur yang terus mengalir dari banyak nikmat, tawa yang pecah dari manusia-manusia yang berarti, itu adalah cukup.

Aku menghembuskan napas, membiarkan rasa khawatir gamang yang memenuhi diri bertemu dengan udara malam. Mengosongkan perasaan berat yang tertahan di dada, sehingga sesak yang dirasa mereda. Aku tersenyum, untuk memberi tanda pada diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Apapun yang sedang terjadi pada siklus percampuran rasa di kepala, itu adalah bagian dari menjadi manusia, yang mudah rapuh, merasa sepi, sedih, dan bentuk perasaan lainnya. 


0 Komentar