Angin musim semi memberi perasaan sejuk saat terik matahari kembali setelah istirahat panjang di musim dingin. Hadirnya mengayunkan bunga-bunga yang sedang bermekaran dan daun-daun yang menghijau indah. Ia adalah pelengkap sebuah pentas seni musim bunga, bak irama yang bersenandung indah. 

Bersama angin musim semi kamu datang menyapa dengan cara paling sederhana. Kamu tepat waktu, menggantikan perasaan kosong yang terajut saat musim dingin. Hadirmu penghangat, peneman hari saat mengaggumi semesta.


Namun, cuaca musim semi tak selalu tenang, angin kadang datang terlalu kencang. Pengubah alur merusak pertunjukkan, menerbangkan bunga-bunga dan dedaunan. Hadirnya lambat laut adalah badai yang menyisakan ranting-ranting kering. Daun berserakan tak berbentuk di tanah. Angin musim semi juga seringnya datang bersama hujan, menghadirkan kembali perasaan dingin menusuk tulang. Kecewa, angin musim semi tak lagi dikagumi. Ia dirutuki berkali-kali. 

Aku pun sesaat lupa, itu hanyalah peran yang diemban angin musim semi. Hadirnya membawa warna tersendiri. Aku tak bisa menaruh ekspektasiku untuk ia selalu tenang dan memberi nyaman. Kecewa itu datang dari ekpektasi yang aku pupuk sendiri. Saat semua skenario tak berjalan dengan alur cerita yang sudah aku rangkai, sesak memenuhi diri. 


“Perasaan sakit itu aku ciptakan sendiri”

Angin musim semi akan segera berlalu. Aku pun harus bergegas untuk menata kembali. Memungut setiap perasaan yang berserakan karena angin musim semi. Menutup rapat-rapat setiap celah yang sempat terbuka. Meski sesaat, hadirmu adalah indah.














0 Komentar