Photo : Google.doc

Bukan masalah hati yang terhapus air hujan, namun masalah sebuah perjuangan untuk tetap  menunggu. Dia menjadi sebuah alasan aku berdiri ditempat ini. Tak menyangka, air mata yang turun bersama hujan membawa sebuah kekuatan yang hebat. Tak pernah terangkai cerita ini sebelumnya, dia hanya mengalir seperti air hujan di bulan november
*******
Aku keluar kelas dengan langkah pelan, kuliah hari ini-aljabar linear- sudah berakhir, berbagai macam angka dan rumus masih mengambang di kepalaku, mungkin dia tidak bermaksud untuk tinggal. Aku terus berjalan sembari menikmati irama yang datang dari suara gerimis yang menenangkan. 

Aku hanya tersenyum pada teman-temanku yang bilang duluan, mereka semua berlari, mencoba mendahului hujan. Aku sampai di luar gedung kuliah, aku melihat sekelilingku yang tampak riuh dengan gerimis yang berganti hujan lebat. 

Aku duduk di bangku panjang, tempat kesukaanku ketika hujan, dari sini aku bisa menampung air hujan. Aku tersenyum sembari menutup mata dan mnengadahkan kepala, rasa hangat mengalir dalam diriku. Entah, mungkin semua orang berpikir aku sedikit gila dengan tingkah anehku setiap hujan datang. Tapi, aku tak peduli dengan tatapan-tatapan aneh itu, aku hanya merasa hujan memiliki ribuan kenangan dalam hidupku. Hujan, yang selalu ku tunggu setiap bulan November, bulan kelahiranku. 

Dibalik hujan tersimpan kenangan yang sangat indah dan menyakitkan, dibalik hujan aku bisa mendengar nada suara yang aku rindukan dan menenangkan. Tapi, satu hal yang membuatku tak mengerti, aku tak pernah bisa menampung air hujan lebih lama dalam tanganku padahal aku pengagumnya.

Aku menampung air hujan dengan kedua tangku, namun dia berlalu, mengalir tanpa aku tahu kemana tujuannya. Aku tersenyum, otak ku sudah mulai menayangkan ingatan indah itu, ingatanku tentang dia kala hujan datang. Entah, apakah ini suatu memori yang aku harus simpan atau harus aku hapus dengan air hujan.  Ponselku berdering, membuatku tersadar dari pikiranku bersama hujan.

'Hei, Karis batrisya. Sang pengagum hujan, aku tahu kamu sedang berkencan dengan hujan pertama di bulan november'
Sms dari gadis bernama Athaya winona membuatku tersenyum, dia sahabatku sejak SMA. Hari ini dia bolos kuliah karena alasan yang tak masuk akal, jerawatku sedang tumbuh. Bukankah itu alasan yang gila, dan dia mengorbankanku, memintaku untuk mengatakan dia sakit pada dosen. Dan, tentu saja tak ku lakukan. Aku masih tergolong mahasiswa teladan. Aku memasukkan hpku ke dalam tas, tak bermaksud untuk membalas sms gadis cerewet itu, gadis yang tahu tentangku lebih dari aku mengetahuinya sendiri.

Hujan mulai reda, aku bergegas untuk menunggu bus di halte depan kampus saat tiba-tiba sesorang menarik tanganku. Aku menatap tangan besar yang memgang tanganku yang kecil. Aku melepas tangannya dengan paksa,  dia menatapku dengan senyum yang mengembang. Tak memperdulikan sikapku yang sedikit kasar, karena dia memang sudah terbiasa dengan apa yang ku lakukan.

"Aku bawa mobil, aku antar kamu pualng," katanya sambil menggenggam tangaku lagi.
"Terimakasih, tapi aku bisa pulang sendiri," kataku sembari melepaskan tangannya dan berlari pelan menuju halte. 

Aku suka di bawah rintik hujan, aku merasa kembali pada kejadian 3 tahun lalu. Kejadian yang tak akan pernah kulupakan, kejadian yang sudah lama aku tunggu sejak pertama masuk  SMA, namun  terjadi di akhir SMA.

"Hey, Karis.." panggil cowok itu. Namun tak ku pedulikan, aku tak ingin memberikannya sebuah harapan yang tak pasti. Aku tak ingin dia merasakan luka yang sama dengaku. Aku tak ingin membuatnya jatuh, dia cowok yang baik. Dia harus menemukan seseorang yang menerimanya tanpa sebuah syarat. Kata-kata ku sedikit melodrama saat berhadapan dengan cowok itu, ahh.
 
*******
Aku menatap hujan dari jendela kamarku yang kubuka lebar-lebar, pikiran dan hatiku sedang bertengkar hebat. Aku bukan lagi seorang anak SMA, aku sudah dewasa namun diriku selalu seperti ini saat nopember penghujan datang. Otakku mulai memainkan bioskop kecil dalam diriku, hatiku mulai berdegup tak menentu, dan mataku mulai berlinang tanpa alasan yang jelas. Aku sungguh menjadi gadis yang aneh ketika nopember datang.

"Kariiiiisss, aku punya sesuatu buat kamu." kata seseorang yang tiba-tiba msuk ke kamarku. Aku medengus kesal, siapa lagi yang memilki suara nyaring seperti itu selain athaya, dia sudah sperti hantu tiba-tiba ada di rumahku. Karena memang kami tinggal dalam satu kompleks, jadi rumahku sudah menjadi rumahnya sendiri, tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi.

"Apa?" kataku kesal, karena dia sudah mengganggu duniaku atau tepatnya menghentikan tangisku yang akan jatuh.

"Undangan reuni SMA" katanya sambil melemparnya ke arahku. Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa, aku hanya mengangkat alisku seolah berkata 'lalu, kenapa?'

"Hey, kamu bisa bertemu dengan cowok yang kamu kagumi selama tiga tahun. Tapi, sayangnya kamu tak pernah cerita siapa dia" katanya sambil memajukkan bibirnya.

Aku menatap gadis dihadapanku ini, aku tak pernah memberitahunya siapa cowok yang membuatku tergila-gila akan hujan. dulu, saat tahun pertama kuliah, saat pertama kalinya November penghujan datang setelah lulus SMA, saat pertama kalinya aku selalu menatap hujan, saat pertama kalinya dia bertanya ada apa denganku dan hujan, saat pertama kalinya dia berkata 'ceritakan apa yang kamu pikirkan, karena aku sahabtmu' dia marah padaku, karena aku tak pernah menceritakan siapa cowok yang aku kagumi selama 3 tahun itu. 

Aku tak menceritakannya bukan karena aku tak percaya padanya, namun karena aku ingin menyimpannya sendiri, karena cowok itu tak pernah ingin menetap di sampingku seperti air hujan yang selalu mengalir saat aku mencoba menampungnya dengan kedua tanganku.

"Dia tak akan datang," jawabku dengan suara lirih

"Ini reuni seluruh angkatan dari tanun 2000 sampai 2016, dia pasti datang. Sombong sekali dia, apa dia tidak merindukan sekolah. Ahh, kamu membuatku penasaran lagi dengan cowok misterius yang membuatmu menolak Daniel," katanya mulai mengomel

"Ah sudah, jangan bawa-bawa nama Daniel, dia tak ada hubungannya dengan ini"

"Pokoknya kita datang, siapa tahu kamu bisa menemukan pengganti cowok 3 tahun itu" katanya sambil mengobrak abrik rak koleksi novelku.

Kubuka undangan yang diberikan athaya, kubaca dengan seksama dan kutemukan tanggal yang luar biasa, 14 November 2016. Sebuah tanggal dimana aku lahir kedunia ini menjadi gadis bernama karis betrisyia. Kulempar undangan itu ke arah athaya yang sedang membaca novel tere liye. Penulis kebanggaanku. Dia menatapku sesaat kemudian dengan wajah mengejeknya dia berkata.  

"Hei ayolah, kalok kamu datang kamu bakalan jadi seorang puteri yang bertemu dengan pangerannya setelah sekian lama terpisah" katanya serius namun sesaat kemudian dia kembali bersuara "Atau sebuah kisah tragis," katanya sambil tertawa. 
Sifat menyebalkan gadis itu mulai menjadi-jadi, kulempar dia dengan bantalku dan tepat sasaran. Gliranku yang mentertawakannya."Memangnya kamu tha, pengagum cowok ganteng kelas kakap" ejekku

"Yeee, ketimbang kamu ris, pengagum cowok gak jelas keberadaannya. Masih mening kalok keberadaannya gak jelas, gimana kalok dia bukan manusia? Siapa tahu dia siluman atau sejenisnya," katanya mulai aneh.  

Aku menatap  gadis itu sambil menyelidiki wajahnya, ku taruh tanganku dikeningnya, sepertinya gadis ini mulai sedikit gila. Zaman sekarang dia masih percaya dengan hal-hal yang tidak masuk akal.

"Apaan sih, aku becanda kali," katanya sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa, gadis ini selalu bisa membuatku melupakan apa yang sedang aku pikirkan. Hal-hal konyol yang dikatakannya selalu membuatku merasa lebih baik.

Aku menghela napas, bangkit dari tempat tidurku beralih ke meja belajar. Ku tatap semua buku yang berderet dan berdebu. Aku tersenyum buku pemberiannya itu masih sama seperti 3 tahun lalu hanya sedikit berdebu. “Apa kabar kamu?”
*****

14 November. Tanggal lahirku dan tanggal diadakannya reunian sekolah. Sebenarnya tak ada yang istimewa pada tanggal itu, hanya saja aku memiliki setitik harapan. Berharap dia datang, walaupun kemungkinannya hanya 1%. Aku putuskan untuk datang, aku ingin membuktikan kemungkinan tadi. Acara reunian sekolah diadakan jam 7 malam. Aku sudah merasa gugup semenjak pagi tadi. Selama 3 tahun ini aku tak bisa lepas dari bayangannya. Anehnya, aku tak bisa melupakannya. Dia seperti sudah memiliki tempat tersendiri dalam diriku. Ajaib sekali memang.

“Gugup?” kata athaya membuatku tersadar dari pikiranku tentangnya. Tersadar dari harapan kecilku. Aku hanya tersenyum padanya.

“Dia pasti datang.” Athaya mencoba menenangkanku. Beruntungnya aku memiliki sahabat sepertinya. “Thanks a lot,” gumamku dan dia tersenyum padaku.

Tepat jam 7, aku dan athaya berdiri diantara kerumunan orang yang ramai. Kami bertemu teman satu angkatan, saling bertukar sapa dan menanyakan kabar. Menanyakan berbagai hal mulai dari kau udah nikah, punya pacar gak sekarang, kuliah dan ambil jurusan apa dan bla bla lainnya. Aku rasa itu sudah menjadi sebuah tradisi. 

Setelah puas mengobrol dengan teman-temanku, aku pergi meninggalkan mereka. Aku menyusuri sekolahku yang tak berubah banyak. Aku tersenyum, memori 3 tahun lalu berputar lagi, menayangkan smua hal konyol yang aku lakukan untuk melihat dia dalam diam.

Langkah kakiku membawaku pada gerbang sekolah. Air mataku tiba-tiba jatuh. Entahlah, aku tak tahu ada apa denganku. Hari itu, waktu itu saat hujan november semuanya berkelebat dalam ingatanku. Dia yang tak pernahku sapa, dia yang selalu aku kagumi dalam diam selama 3 tahun hingga saat ini. Dia yang menjadi motivasiku hingga saat ini. Di sinilah perpisahan terakhir tanpa sebuah pertemuan. Di sinilah perkenalan pertamaku dengannya.

Aku terduduk, kedua kakiku sudah tak bisa menompang tubuhku. Jika dia memang bukan takdirku, aku harap dia pergi dari pikiranku. Aku bisa gila, 3 tahun tak bertemu dngannya namun aku tetap memikirkannya. Dia bukan siap-siapa, hanya saja dia berarti dan aku selalu mengingat apa yang dikatakannya di tempat ini. “Tunggu bulan november tahun berikutnya”.

Tangisku semakin menjadi, hingga mengeluarkan isi pikiranku sendiri “Sampai kapan aku menunggu bulan november?”

Mungkin sebuah keajaiban, karena ini bulan penghujan tiba-tiba hujan turun. Ah, kisah dalam cerita apalagi ini, ini sudah kualami tiga kali ditempat yang sama dan dalam keadaan yang sama. Tahun 2010, ketika hujan aku bertemu dengannya ditempat yang sama dalam arah yang berlawanan. Pertama kalinya aku melihatnya dan langsung mengaguminya. 

Tahun 2013 ketika hujan juga, aku bertemu lagi dengannya dalam arah berlawanan. Dia berhenti dan mulai berbicara hal yang hanya kupahami. Aku senang sekaligus sedih. Itu menjadi awal dan terakhir aku berbicara dengannya. 

Dan, tahun 2016 dalam keadaan yang sama-hujan- aku di sini sedangkan menunggunya yang mungkin sudah lupa dengannku. 

Hujan semakin deras, acara reunian sepertinya berpindah tempat ke auditorium. Entahlah, aku sudah tidak tertarik untuk mengikutinya. Aku ingin pulang, aku ingin menata kembali hidupku, aku ingin melupakannya. Aku melangkah, ingin menjauh dari tempat ini.

Tanganku ditarik seseorang, tanganya basah dan dingin karena hujan. Aku terkejut, hatiku berdegup kencang. Perasaan ini sama seperti 3 tahun lalu. Aku takut untuk berbalik, aku takut menghancurkan harapan kecilku, aku takut bukan dia yang menggenggam tanganku. Aku diam menunggu dia yang membuaka suara. 

Saat ini, aku benar-benar mengharapkan kejadian 3 tahun yang lalu, aku tidak peduli ini pertemuan yang seperti apa. Aku hanya ingin bertemu dengannya lagi, melihat senyumnya lagi, melihat wajahnya. Hanya itu!

“Terimakasih sudah menunggu november penghujan hingga 3 kali”

Detik itu juga air mataku kembali jatuh dengan deras, aku berbalik. Ku temukan dia dengan senyumnya yang indah, tatapannya, dan wajahnya yang aku rindukan. Aku diam, mataku menatap matanya tak percaya. Dia dihadapanku dan masih mengingatku. Aku tersenyum bahagia. Setelah lama saling menatap, kemudian dia menarikku dalam pelukannya. Ini seperti mimpi bagiku.  Tak ada suara kecuali degup jantung kami dan suara musik dari hujan.

“Hai, apa kabar Yhuda Pratama?”
“Hai, apa kabar Karis Betrisia?”

Akhirnya aku bertemu lagi dengannya di Nopember penghujan tahun 2016. 

0 Komentar