Photo by: Google

Aku Naomi.
Dan, aku gadis pemimpi.
Gadis berpikiran rumit.
Gadis yang aneh, kata mereka.

Kerap aku memikirkan bagaimana hidupku. Bagaimana aku menjalani hidup. Apa yang harus aku lakukan untuk hidupku. Mungkin, banyak yang mengatakan bahwa hidup itu harus dijalani apa adanya, tak usah berpikir terlalu rumit. Namun, bagiku berbeda. Segala sesuatunya harus terpikirkan dan terencanakan. Setidaknya, ada gambaran tentang apa yang harus dilakukan. Banyak hal yang ingin aku lakukan. Banyak mimpi yang harus aku gapai.

Memang hidup ini sudah direncanakan Tuhan. Tapi bukankah kita bisa melakukan apapun dalam hidup kita? Aku rasa itu takkan mengubah rencana Tuhan. Rencana Tuhan akan tetap jalan. Yah, itu yang aku pkirkan.

“Hey Naomi.”

Aku sangat mengenal suara yang memanggilku. Suara itu sukses membawa pikiranku tentang hidup terhenti. Oke, mari kita hentikan sejenak pikiran tentang hidup. Sebuah perkara yang amat rumit. Gadis itu duduk di sampingku. Dia Ruri, sahabatku.

“Kamu pasti sedang memikirkan tentang dia.” Ah gadis ini tidak memiliki keahlian dalam menebak pemikiran seseorang.

“Kamu sok tau, Ri,” jawabku sambil tersenyum.

Dia yang dibicarakan Ruri adalah lelaki yang selalu aku seandaikan selama ini. Seandainya lelaki itu bisa diatur sesuai keinginan. Sayangnya, lelaki itu tak akan pernah bisa aku miliki. Dia hanyalah lelaki yang akan selalu mengisi imajinasiku. Tentang bagaimana aku dan dia, kelak mungin bersama.

“Lalu?”

“Tentang hidup.” Dia tertawa. Kemudiam gadis itu menatapku lekat. Berhenti tertawa. Mengamati wajahku dengan serius. Aku tahu apa yang dia pikirkan.

“Ah, gadis rumit ini mulai aneh lagi,” katanya.
Aku ingin menjelaskan semua yang aku pikirkan. Tapi, percuma saja. Setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda tentang hidup. Ruri tak akan pernah setuju denganku. Dia gadis yang normal, tak sepertiku. Jadi aku hanya tertawa mendengarnya.

“Hentikan lamunanmu tentang hidup Naomi. Bagaimana dengan lelaki itu.”

Penyakit Ruri kambuh. Dia selalu membicarakan tentang lelaki yang aku seandaikan. Sudah aku katakan padanya, bahwa aku tak membutuhkan lelaki itu dalam dunia nayataku. Cukup dia ada dalam imajinasiku. Tapi, dia tak mengerti. Kemudian, dia akan menjelaskan teorinya tentang perempuan bisa mengungkapkan perasaan terlebih dahulu. Ah, memang tak ada yang salah dengan teori itu. Namun, bagiku bukan itu esensinya.

Intinya, aku belum membutuhkan sosok lelaki itu. Lelaki manapun. Aku belum memiliki alasan untuk memiliki seorang lelaki dalam hidupku. Hidupku sudah cukup rumit tanpa lelaki, apalagi ditambah dengan adanya lelaki. Aku rasa akan semakin rumit.

“Dia imajinasiku Ruri.”

Ruri melongos mendengar jawabanku. Dan, aku tertawa.

Aku naomi.
Selain gadis pemimpi juga gadis penuh imajinasi




-To be Continue-



0 Komentar