Ketika itu
![]() |
Google.doc |
Rabiatul Adawiyah
Semalam, kita masih bertengkar hebat, sedih masih menggelayuti. Meskipun begitu, komunikasi kita masih terjalin. Aku memberi kabar, kamu pun begitu. Aku berlahan membaik ketika tiba-tiba kau kirimkan pesan yang amat menyakitkan. Ketika itu, masih pagi, mentari sedang hangat, tapi hatiku panas, sesak tak dapat bernafas. Kau ucapkan selamat tinggal untuk kisah yang sedang berjalan. Tak pernah terlintas dalam benakku, kata yang paling aku benci, akhirnya kau ucapkan jua.
Kau berikan banyak alasan untuk meninggalkan. Aku baca pesan itu lirih, tak dapat berkata sepatah kata pun. Memori tentang kisah kita sedang ditayangkan, terdengar jelas tawamu dulu, senyum yang merekah, suara jantung yang berdebar, dan irama nafas kita yang beriringan. Aku terduduk, air mata sudah terjatuh. Aku membalas pesanmu, mencoba mempertahan dan meyakinkan. Aku ingin melalui rintangan ini bersama, namun kamu memilih menghadapinya sendiri, tekadmu sudah bulat, perpisahan adalah jalan terbaik bagimu.
Kau berpesan padaku untuk menjaga kesehatan dan makan tepat waktu. Bagaimana bisa aku menjaga sehat saat kau adalah sebab sakit? Bagaimana bisa aku makan tepat waktu saat kau penghambat nafsu? Aku berusaha tegar, mencari pembenaran, bahwa kisah kita masih bisa diselamatkan. Aku ucapkan sederet maaf jika selama ini aku kerap menyakiti. Aku katakan ingin memulai kembali. Sayangnya, kamu tetap pada pendirian. Aku mencoba tegar menerima keputusanmu. Aku hancur, percayaku selama ini luluh lantah. Kisah kita menjadi sejarah.
Hariku terus berjalan, tanpa warna dan makna. Aku menangis tanpa sebab dan pada waktu yang tak tepat. Aku pernah gila menangisi kepergianmu. Meraung dan meronta karena tak kuasa menahan sesak yang kurasa. Sesakit ini ditinggalkan oleh seseorang yang kau jadikan sandaran dalam menjalani hari. Teman berbagi cerita yang menyenangkan yang tentu dapat kau andalkan. Aku melamun sepanjang hari, terjebak pada memori, berharap dapat lagi aku lalui denganmu.
Malam itu, aku melihat diriku pada pantulan cermin. Aku berantakan, mulai menangis dan mengasihani diri. Aku lelah dengan patah hati ini. Aku ingin bergerak ke depan, ingin menyikapi memori tanpa sakit. Aku mulai menyalahkan diri, aku mulai mengandaikan banyak hal. Andai aku tak izinkan dia merebut hatiku, mungkin aku tak akan pernah sepatah ini. Andai aku tak menggantungkan harapan, aku tak akan sejatuh ini. Namun, semua sudah terjadi. Saat ini yang aku butuhkan adalah sebuah alasan untuk kembali berdiri.
Waktu berlalu, banyak hal yang terjadi yang tak pernah aku duga tentangnya. Aku tak ingin membahasnya lagi. Langkahku sudah semesta arahkan untuk kembali pada pencipta. Aku mulai memahami banyak hal dalam hidup. Tentang mengihklaskan kepergiannya bahwa dia bukanlah seseorang yang tepat. Aku menyadari bahwa kami tak saling melengkapi. Pertemuan kami adalah satu lembar kehidupan yang harus dilalui. Saling mengajarkan untuk mendewasakan. Aku memahami tentang siklus hidup, bertemu seseorang yang tak disengaja, kebetulan jatuh hati, dan karena suatu alasan harus berpisah. Bertemu, jatuh hati dan sakit hati adalah siklus yang akan terus berulang. Hal itu biasa saja. Jadi, tak perlu menyikapinya berlebihan seakan dunia berakhir jika tak bersama.
Kau pun tak perlu menjadi asing setelahnya. Apalagi sampai membenci, tak ada gunanya, hanya akan merusak kebaikan dalam diri. Bagaimana pun, kita pernah saling membahagiakan. Pernah menghabiskan waktu bersama. Pernah menjadi bagian dalam satu cerita. Tak perlu juga berusaha melupakannya, sejarah bukan untuk dilupakan tapi untuk dikaji kembali tanpa merasa sakit lagi.
Patah yang hebat itu mengubahku menjadi perempuan tegar. Mengubah sudut pandangku tentang jatuh cinta. Aku menjadi lebih rasional. Aku tak lagi bersandar pada sesuatu yang tak pasti. Aku tak lagi memusingkan bahagia dari manusia, apalagi menaruh harap. Ada banyak pintu bahagia yang semesta berikan, bersyukur untuk hari ini karena masih bernafas contohnya. Kau tak perlu bimbang perihal cinta, jodoh, dan hidup bahagia. Semesta sudah merancangnya dengan sangat indah.
Aku sudah kembali menemukan makna tentang hidup. Menapaki kembali mimpi-mimpi yang pernah aku rancang. Berusaha menjadi manusia bermanfaat dan bermakna. Kini masalah yang ku hadapi bukan lagi hati, tapi perihal mewujudkan mimpi. Bagaimana aku bisa membahagiakan diri dan manusia-manusia yang mencintaiku. Aku sangat bersyukur Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk kembali. Aku terus menjadi pribadi baru setiap harinya, berusaha untuk menjadi lebih baik.
Akhirnya aku dapat bercerita tanpa menorehkan luka. Aku dapat memandang sejarah dengannya tanpa rasa sakit, menuliskannya sebagai kenangan untuk pembelajaran. Hidup tak perlu dipandang rumit, semuanya akan berlalu seiring waktu. Kita sudah dewasa, kematian tak ada yang tahu. Persiapkan diri untuk menghadap-Nya.
Tak perlu memusingkan banyak hal, perjuagkan apa yang menurutmu baik dalam hidup. Lakukan dengan sungguh-sungguh dan tulus. Jangan lupa untuk bersyukur atas apa yang semesta berikan. Aku dan kamu berproses, jadikan semua yang terjadi sebagai penguat untuk terus menjadi lebih baik. Melangkahlah dengan percaya diri karena Allah selalu di sisi. Hidup hanya sekali, hakikat manusia untuk kembali. Selamat berjuang mewujudkan mimpi dan karir, perkuat iman sebagai pondasi agar apa yang kita lakukan tak sia-sia. Andalkan doa untuk semua harapan dan pinta.
Sejarah kita sudah terukir, ketika itu...
4 Komentar
mewek bacanya bi :((
BalasHapusMaacih udah baca ta. Haha, pahit rasanya ta :(
BalasHapusTulisan yang bagus
BalasHapusTerimakasih..
Hapus