Aku tak kpernah menangis karena menahan banyak rindu padamu. Aku menangis karena membiarkan diriku bertemu dan terjatuh begitu saja di hadapanmu.

Luka yang kau torehkan karena pergi begitu saja tak seberapa. Hal yang paling menyakitkan karena aku membiarkan semua itu terjadi. Aku biarkan kamu masuk dan mengobrak-abrik rasaku.

Pada akhirnya aku sadar, yang salah sejak awal adalah aku. Yang terlalu berharap dan buta akan keadaan adalah aku. Yang mengingkari janji pada prinsip ku adalah aku sendiri.

Sebenarnya kamu hanya perantara sebagai ujianku. Nyatanya aku tak mampu. aku tergelincir karena kerikil kecil sepertimu. Jika begitu, bagaimana aku bisa menghadapi yang lebih besar dari kamu?

Aku pun munafik dengan banyak hal yang terjadi. Jelas Allah telah tunjukkan bahwa kamulah ujiannya. Aku diam, hanya menikmati rasaku yang tak benar ini. Membenarkan segala salah yang telah aku perbuat. Menutup telinga dari banyaknya nasihat. Aku abaikan semua. Berusaha mampu memikul semua.

Memang sesal tak pernah di awal. Kini aku rasanya tak mampu mengahadapi banyak akibat atas keputusanku. Aku pikir bisa dengan mudah menanggung semuanya. Ternyata sangat berat.

Asing di antara kita saat ini adalah jawaban segalanya. Kita memang tak pernah benar-benar saling memahami. Kita hanya terus berputar pada kebodohan dan komitmen yang fana. Seolah itu semua adalah sumber bahagia. Kita ingkar, berimaji suatu saat nanti tetap saling mengisi. Kita lupa putaran waktu yang banyak wajahnya.

Benar, aku masih terus berusaha kembali. Bagaimana menjadikan kamu hanya manusia biasa di bumi ini. Seperti saat pertemuan awal yang tak berarti.

Aku tak mungkin lupa sosokmu. Senyum yang selalu aku nanti untuk membuat lelahku lenyap. Senyum yang menguatkan saat perubahan rasa tak jelas pada diri. Seseorang yang selalu tau bagaimana menghadapiku. Kata-kata yang kamu berikan adalah hal yang selalu ingin aku dengar. Kamu paham saat aku diam. Kamu paham saat aku banyak bercerita. Kamu paham saat aku marah. Kamu paham saat aku kesal. Kamu selalu tepat waktu dalam menempatkan segalanya.

Kamu bisa menjadi teman berdebatku. Menyangkal segala pendapat dengan kesoktauanku akan banyak hal. Kamu tak pernah mengalah hanya untuk membuatku benar. Kita terlalu seirama akan banyak hal.

Kamu juga pandai membuatku senyum sendiri. Memberikan hal-hal kecil yang tak pernah aku dapatkan. Kamu tak pernah kehabisan obrolan. Walau kadang tak berarah, berbicara denganmu adalah hal paling menyenangkan.

Kamu juga bisa menjadi pendengar terbaikku. Penasehatku, yang pertama. Saat aku bercerita, entah kenapa kamu selalu punya cara untuk masuk ke dalamnya. Kamu bertanya akan banyak hal. Aku tau kamu sangat berusaha untuk mencari tahu bagaimana agar kamu bisa memahamiku.

Aku kehilangan teman mengobrol paling menyenangkan seperti mu. Aku kehilangan seseorang yang tak membuatku malu mengatakan apapun. Pendukung pertama untuk mimpi-mimpi ku.

Aku jadi ingat. Jika sudah membahas mimpi, kamu tak akan hanya menyemangati. Kamu selalu tau cara membuatku yakin, membuatku berani melangkah, membuatku menyadari kalau aku bisa, dan memberikan saran bagaimana harus mencapainya.

Bisa aku bertemu dengan sosok kamu lagi? Hanya ingin mengobrol tentang banyak hal. Tentang rumitnya diriku. Tentang ketakutan ku yang berlebih. Tentang ketidakpercayaanku akan diri.

Mungkin, kamu akan tertawa, lalu tersenyum dan memberikan kata-kata menenangkan. Sama seperti dulu.

Aku terlalu dalam menggali memori. Aku bilang tak rindu. Jika begini, bukankah jelas kebohongan sedang aku mainkan?

0 Komentar