Aku ingin menceritakan tentang seseorang. Yang hadirnya tiba-tiba. Perginya pun demikian, hilang begitu saja. 

Aku mengenal dia sudah sangat lama. Kami tumbuh di lingkungan yang sama. Saling menjadi saksi bagaimana hidup terus bergerak dan berubah. 

Kami jarang mengobrol atau sekadar bertukar pikiran. Bagaimana ya aku menjelaskan hubunganku dengan dia. Agak rumit. 

Saat berpapasan pun, hanya saling berbalas senyum sebagai bentuk sopan santun. Tak ada yang istimewa anatara aku dan dia di dunia nyata. 

Hanya saja, jika ingatanku tak salah. Dulu, di akhir masa SMA, kami pernah memiliki rasa yang sama. Entah, tak bisa dikatakan demikian juga. Aku tak paham. 

Kami hanya bertukar sapa dari pesan pendek. Itu pun jarang. Dia menghubungi jika memang ada hal penting seperti meminta bantuanku. Atau hanya sekadar bertanya kapan aku pulang (kampung halaman)?

Setelahnya dia akan menghilang. Lalu, bisa jadi dia akan datang setahun kemudian. Bukan bertanya tentang kabar. Dia akan langsung ke inti pembicaraan. 

"Temani aku ke dokter. Aku sakit"

Suatu ketika dia mengirim pesan itu setelah 2 tahun tak pernah bertukar sapa. Aku hanya bisa tertawa. Heran dengan tingkah manusia ini. Sudah terlalu sering dia bersikap demikian. Awalnya, aku penuh tanda tanya. Namun, semakin lama, aku biarkan saja. Dan, anehnya, aku pun bersikap biasa saja. Menjawab seolah-olah kita memang akrab sekali. 

Dia juga kerap datang di waktu yang tepat. Dia tak banyak bicara. Namun, selalu tepat dan memberi makna. Dia datang saat aku sedang patah-patahnya. Bukan layaknya seorang laki-laki yang siap mendengarkan banyak keluh. Dia hanya mengingatkan, meminta bangkit, dan kembali pada Semesta. 

Kata-katanya selalu bisa membuatku merasa lebih baik. Anehnya, setelah aku sembuh. Dia menghilang kembali, tiba-tiba. Aku pun tak mencari. Aku biarkan saja. Entah mengapa, aku yakin suatau saat dia akan kembali. 

Dan, sejauh ini memang benar. Meskipun bertahun-tahun, berbulan-bulan dan beratus-ratus hari, dia tetap akan datang. Sikapnya pun akan berulang.

Dia adalah laki-laki yang tak pernah benar-benar aku pahami. Kadang, aku menggodanya hanya untuk melihat respon dia yang tak biasa. Seolah mengatakan, aku dan kamu adalah suatu ketidakmungkinan. Aku paham. Aku pun tak berharap demikian. 

Aku dan dia juga pernah di situasi semacam bertengkar. Saling dingin dalam menjawab pesan. Namun, anehnya jika dia datang kembali. Ya, sudah, kami layaknya teman baik. 

Aku sudah lama mengalami lingkaran seperti ini dengan dia. Namun, kadang saat sifat manusiaku datang. Aku kerap patah dengan harapan ku. Apalagi saat dia tak membalas sesuai ekspektasi ku. 

Bagaimana ya menjelaskannya? Kenapa dia boleh datang kapan pun dan mengatakan apapun? Dan, bodohnya aku bersikap baik. Tapi, jika aku yang datang dan mengatakan apapun. Dia tak akan menjawabku dan mengabaikan begitu saja.

Akhirnya aku sadar, apapun sebutan hubunganku dengan dia, bahwa ini adalah hal yang tak baik. Mungkin semacam toxic. Aku putuskan untuk mengahapus kontaknya. Membalas seadanya (lagi) dan dingin jika dia tiba-tiba datang. 

Rasanya aku ingin marah. Memintanya berhenti menghubungi ku saat perlu. Tapi, aku merasa konyal. Aku siapa? Hubunganku dengan dia saja tak jelas. 

Teman atau sahabat juga bukan jika dilihat dari definisinya. Gebetan apalagi, sangat jauh dari kata itu. Jika sesorang pun bertanya, aku bingung dia siapa. Keluarga jauh? Teman sekampung? Teman chatting? Bukan juga. 

Ya, mungkin kami hanya sebagai pengingat satu sama lain. Tak lebih. 

Begitulah dia


0 Komentar