Google


Bagaimana ya harus memulainya? 


Aku merasa terus mengulang cerita tentang dia. Aku sebenarnya sudah berada di keyakinan tak memiliki perasaan apapun. Bahkan, sudah bisa menceritakan dia tanpa menoreh luka dan sesak di dada. 


Namun, kadang aku tertipu perasaan sendiri. Bagaimana bentuk sudah melupakan sebenarnya? Tak lagi ingin mengingat atau bahkan bercerita tentang memori lalu? Atau perasaan baik-baik saja meskipun masih mengingat tiap kepingan masa itu? 


Entah. Mungkin setiap orang memiliki parameternya. Aku sendiri inginnya lupa atau setidaknya pudar semua ingatan. Tak ingin  bersembunyi dibalik kata baik-baik saja. Namun, tiap kepingan ingatan nyatanya terus menguat dan selalu menjadi topik. Kadang aku menemukan diri terjebak bercerita tentang bagaimana sikapnya, pertemuan pertama, bahkan hal-hal kecil seperti cara Ia tersenyum dan berpakaian. Bodoh memang.


Aku tak begitu yakin, apakah tiap kepingan memori itu benar-benar nyata. Mungkin saja, itu hanya ingatan palsu yang aku ciptakan dari emosiku. Perasaan yang terlalu dalam di masa lalu yang membahagiakan, menjadi alasan otakku memutuskan untuk mengingatnya. Ingatan itu dianggap penting, hingga serpihan-serpihan kenangan yang tersebar menyatu berlahan, terbungkus dalam cerita lama. 


Lucunya, aku bisa teringat tentang dia dari hal-hal kecil seperti bertemu seseorang yang berpakain mirip seperti dia. Maka, otakku akan membawaku pada setiap kejadian bersamanya, sosok laki-laki yang menyukai pakaian hitam dalam balutan jaket jins kebanggaannya. 


Lalu, ingatan itu akan semakin jelas, mulai dari bagaimana senyumannya berlahan tersungging di bibir saat bicara. Cara dia diam dan menatap bahkan higga tertawa. Aku pun tanpa sadar ikut terbawa. Ya, kamu tau bahwa tawa kamu menular. Ia seolah menjadi nyata dan hadir di hadapanku. Saat semua memori itu mencapai ujung, bertemu dengan kenyataan terpilu bahwa semuanya sudah berlalu. Aku terdiam, termenung, dan menatap kekosongan di udara. 


Melupakan memang melelahkan. Aku selalu percaya waktu akan memudarkan semua ingatan itu. Entah kapan, 720 hari sudah berputar, dan aku masih terkekang dalam memori yang aku ciptakan. 


Aku berharap bisa membunuh ingatan. Memiliki tombol kontrol yang bisa aku kendalikan. Menghapus hal-hal yang menyedihkan. Sayangnya aku di dunia nyata, bukan negeri dongeng. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah menghadapi luka itu. Aku tak bisa terus berlari. Meskipun harus menghabiskan tahun demi tahun bercengkerama dengan memorinya. 


Proses melupakanku bekerja sedikit lambat. Harapku, semoga segera bertemu usai.

0 Komentar