Peter Nottrott


2021, tahun yang berat untuk semua orang, berlalu begitu saja. Mungkin, beberapa orang merasa tak banyak yang dilakukan selama perputaran 365 hari ini. Dunia berputar dengan cepat namun hidup melambat, aktivitas yang terus berulang, tak ada pencapaian yang signifikan. Ditambah lagi, virus korona yang tak kunjung usai. Pergerakan pun terbatas, bekerja dan belajar dari rumah, tak banyak berinteraksi dengan teman. 


Mengeluh sudah menjadi rutinitas, sepi menjadi teman sejati, tangis pecah beberapa kali, entah karena banyak tekanan dalam diri ataupun luar yang terus menuntut untuk memberikan yang terbaik. Kita berusaha keras memenuhi standar orang lain, berlalu lalang di sosial media, yang harapnya sebagai penghibur, namun justru sebaliknya. 


Setiap orang itu berbeda, kapasitas, kemampuan, standar hidup, bentuk pencapaian dan lainnya. Tak perlu bersusah payah untuk mengikuti. Berusaha untuk memenuhi ekspektasi orang lain itu melelahkan, sebuah siklus yang tak memiliki akhir. Kecewa dan stres akan selalu mengikuti langkah. Pada akhirnya, akan berputar pada membandingkan diri. Kenapa ya aku gak bisa seperti dia? Aku kok gak seberuntung dia? Aku kok gini-gini aja? Dia udah sukses aja, aku kapan? Berbagai pertanyaan yang memojokkan diri terus menghujam. Tertanam dalam pikiran dan menjadi bahan bakar untuk menyerah.


Kita memiliki lembaran-lembaran hidup sendiri. Sebuah tempat untuk mencatat alur cerita yang diinginkan. Rancang sedemikian rupa, bukan untuk orang lain tapi diri sendiri. Tempat melukis memori, entah sedih, bahagia, tawa, tangis, semuanya adalah bentuk perasaan yang terus membentuk diri menjadi lebih kuat. Kadang hal-hal tak terduga akan terjadi, percayalah itu adalah bentuk ujian, sebagai pertanda Tuhan menyayangi kita. Mungkin terdengar klise untuk beberapa orang, namun serumit apapun hidup yang dijalani, kembali pada Tuhan dan mengeluh padanya adalah hal yang bisa menenangkan. 


Sekecil apapun pencapaian tahun ini, mensyukurinya akan membuat bangga diri. Aku tahu tak akan mudah untuk memberi apresiasi diri, apalagi bagi yang membenci. Namun, diam sejenak, pikirkan hal-hal yang pernah terjadi, bukankah yang berdiri kuat di sana adalah diri? Yang membuat kita bisa melewatinya hingga sampai di titik ini. Sudah sepatutnya kita mensyukuri nikmat Tuhan yang satu ini. Diri yang selalu dikuatkan-Nya. 


Aku harap, kita bisa memaafkan diri dan orang lain, mengikhlaskan hal-hal yang membuat kecewa, berdamai dengan perasaan-perasaan sesal yang terus menghantui. Bersyukur untuk pelajaran-pelajaran dari seseorang yang datang, menetap, singgah ataupun pergi begitu saja dalam hidup. Mereka adalah perantara untuk membentuk kita menjadi manusia kuat dan tegar. 


Semoga canvas 365 hari berikutnya, rasa syukur selalu membersamai ke mana pun langkan membawa kita berpetualang. Kuat selalu menjadi teman untuk menghadapi banyak tantangan. Segera bertemu muara hidup yang mememberi banyak warna dan membahagiakan. Mari memulai menuliskan harapan-harapan baru. 


Terimakasih 2021. Selamat berjuang untuk 365 hari di 2022.


2 Komentar

  1. Rabiii kereeen.. sebagai orang yang udah baca tulisanmu sejak 2015, kamu bener-bener nunjukkin progress yang signifikan. sekarang tulisanmu lebih easy reading dan kontennya udah lebih matang.

    btw, aku jadi inget pesan dari podcaster favoritku, bahwa "Kamu nggak seburuk yang kamu pikirkan, dan orang lain nggak sebaik yang kamu kira". jadi, semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya ampun huhu. Maacih za udah baca tulisanku dan ngasih motivasi :"

      Akan terus mencoba untuk nulis topik yang ada isinya secara umum. Karena aku juga masih stuck dan suka nulis/curhat perasaan. Hahahah

      Dan aku baru ngeh harusnya 365 hari hahha.

      Hapus